Sekelumit Kisah dan Sejarah Gudeg Yogya (sumber gambar: www.google.com) |
Gudeg merupakan salah satu makanan atau kuliner
tradisional Indonesia yang berasal dari Yogyakarta. Santapan tradisional ini
sudah terkenal ke berbagai wilayah di Nusantara. Kuliner ini juga amat terkenal
dan disukai di Jawa karena rasanya yang manis, sedap, dan gurih dengan aroma
yang khas pula. Popularitas Gudeg di berbagai wilayah Nusantara pula yang
akhirnya membuat Yogyakarta dijuluki sebagai Kota Gudeg.
Akan tetapi, walaupun makanan ini sudah amat sangat
terkenal, namun saya yakin tidak banyak diantara kita yang tahu kisah dan sejarah atau asal muasal Gudeg
Yogya. Sayapun awalnya juga tidak tahu, namun setelah membaca berita di
media online (kompas.com) dan mencari berbagai informasi tambahan melalui
Google, maka saya akhirnya tahu kisah
dan sejarah Gudeg Yogya.
Mari kita baca dan belajar bersama sekelumit kisah
dan sejarah Gudeg Yogya. Semoga apa yang saya sharingkan disini dapat
bermanfaat bagi kita semua dalam mengetahui dan mempelajari sejarah kuliner
Nusantara. Selamat membaca.
“Gudeg sebetulnya sudah ada sejak Yogyakarta pertama
dibangun”, itulah penuturan Murdijati Gardjito, seorang profesor sekaligus
peneliti di Pusat Kajian Makanan Tradisional (PKMT), Pusat Studi Pangan dan
Gizi UGM (sumber: kompas.com). Kisah Gudeg bermula pada abad ke-16 atau sekitar
tahun 1500-an. Waktu itu, para prajurit Kerajaan Mataram sedang berupaya untuk
membuka hutan belantara untuk membangun peradaban modern seperti yang sekarang
ini terletak di kawasan Kota Gede. Di hutan tersebut ternyata terdapat banyak
pohon kelapa dan nangka. “Para prajurit yang jumlahnya ratusan itu kemudian
berusaha memasak kelapa dan nangka. Karena jumlah mereka sangat banyak, kelapa
dan nangka dimasak di dalam ember besar yang terbuat dari logam. Pengaduknya pun
besar, seperti dayung perahu.”, ucap penulis buku “Gudeg, Sejarah, dan
Riwayatnya”.
Proses memasak kelapa dan nangka tersebut mereka
sebut hangudek atau mengaduk, dari
sana lah asal-usul terciptanya nama makanan Gudeg yang sekarang kita kenal.
Dari ‘makanan tidak sengaja’ yang diciptakan para prajurit Mataram itulah, Gudeg
kini menjadi ikon sekaligus identitas Yogyakarta. Sejak saat itu pula dan
hingga sekarang, Gudeg dikenal sebagai makanan yang berbahan dasar nangka muda
yang direbus selama berjam-jam dengan gula kelapa dan santan serta dilengkapi
pula dengan berbagai bumbu tambahan yang membuat Gudeg menjadi terasa manis di
lidah dan memiliki rasa yang khas dan enak sesuai selera masyarakat Jawa pada
umumnya. Gudeg yang awalnya mulai dikenal di kalangan keluarga para prajurit
Mataram kini telah meluas dan dikenal oleh masyarakat umum.
“Masyarakat melihat Gudeg itu sebagai makanan yang
fleksibel. Bisa dikombinasikan hanya dengan tempe, tahu, bahkan hanya Gudeg
dengan areh (kuah) saja sudah bisa untuk makan. Warga yang punya uang bisa
menyantapnya dengan telur atau ayam.”, ujar Murdijati. Itulah mengapa Gudeg
menjadi makanan favorit berbagai kalangan masyarakat. Apalagi, menurut
Murdijati, Gudeg menjadi komoditi yang bisa disatukan dalam satu tempat. Bukti nyatanya
ada di jalan Wijilan, Yogyakarta. Mulai tahun 1970-1980an, saat Yogyakarta
mulai digalakkan sebagai kawasan pariwisata, Jalan Wijilan dijadikan sentra Gudeg
khas Yogyakarta. Di jalan itu pula, salah satu penjual Gudeg ikonik, Yu Djum
yang belum lama ini meninggal dunia, serta para penjual gudeg lainnya
menjajakan dagangannya.
“Tiap penjual memiliki pangsa pasarnya sendiri. Ada
pelanggannya sendiri. Mereka tidak takut kehilangan pembeli karena bicara soal Gudeg
berarti bicara soal selera.”, demikian dituturkan oleh Murdijati. Itulah
mengapa sepiring Gudeg, dengan beragam lauk yang bisa dipilih, selalu menempati
ruang khusus di lambung warga Yogyakarta. Seporsi Gudeg selalu bisa dinikmati
baik untuk sarapan, makan siang, maupun makan malam.
Saat ini, secara umum penyajian Gudeg dilengkapi
dengan nasi putih, ayam, telur rebus, tahu atau tempe, dan rebusan dari kulit
sapi segar yang juga dikenal dengan nama sambal goreng krecek. Gudeg pun saat
ini dibedakan menjadi dua macam yaitu Gudeg Kering dan Gudeg Basah. Gudeg
Kering hanya memiliki atau mengandung sedikit santan, sementara Gudeg Basah
memiliki atau mengandung lebih banyak santan. Secara umum Gudeg memiliki cita
rasa manis, namun rasa tersebut juga dipengaruhi oleh cita rasa khas suatu
daerah dimana Gudeg dibuat atau dijajakan, contohnya di Jawa Timur, Gudeg
memiliki cita rasa yang sedikit pedas sesuai dengan karakteristik atau kesukaan
masyarakat disana.
Jika Gudeg Basah sudah dikenal sejak awal mula Gudeg
ada, Gudeg Kering baru dikenal sekitar enam dasawarsa lalu. Kemunculan Gudeg
Kering ini juga turut dipengaruhi oleh kebutuhan untuk menjadikan Gudeg sebagai
oleh-oleh. Dengan sifatnya yang kering mampu menjadikan Gudeg lebih tahan lama
sehingga cocok dan sering digunakan sebagai oleh-oleh baik oleh warga Yogya
yang berkunjung ke daerah lain maupun warga daerah lain yang berkunjung atau
berwisata ke Yogya.
Munculnya Gudeg sebagai oleh-oleh khas Yogya juga
turut mendorong munculnya industri rumahan pengolahan Gudeg di Yogya. Umumnya
Gudeg yang dijajakan sebagai oleh-oleh dibungkus atau dikemas menggunakan anyaman
bambu yang dikenal juga dengan besek atau terkadang pula dikemas dalam kendil
yang berupa wadah yang terbuat dari tanah liat.
Nah itulah sekelumit
kisah dan sejarah Gudeg Yogya. Gudeg yang awalnya merupakan makanan
tradisional masyarakat Yogya yang telah berusia ratusan tahun kini telah meluas
dan menjadi santapan dari masyarakat di berbagai daerah, khususnya di Jawa.
Gudeg kini seharusnya dan sudah selayaknya pula dijadikan sebagai salah satu
ikon kuliner khas Nusantara dan sebagai salah satu ujung tombak untuk bangkit
membangun bangsa dan lebih mengenalkan budaya atau tradisi kuliner Nusantara
kepada masyarakat atau wisatawan asing. Banggalah ber-Indonesia !
No comments:
Post a Comment