Tulisan kali ini masih merupakan lanjutan dari tulisan sebelumnya. Seperti yang pernah saya sebutkan pada bagian pertama rangkaian tulisan ini bahwa tulisan mengenai perjalanan wisata ke Singapore ini akan saya bagi menjadi beberapa bagian agar setiap bagiannya tidak terlalu panjang dan tidak membosankan untuk dibaca sekaligus. Semoga masih antusias menikmati bagian ketiga dari rangkaian tulisan ini...
Keesokan harinya, beberapa dari kami telah bangun pada pukul 03.00. Saya sendiri bangun sekitar pukul 03.30 dan tidak lama kemudian segera bersiap untuk mandi serta beberapa persiapan lainnya. Sekitar pukul 04.20 seluruh persiapan kami sekeluarga pada pagi itu telah selesai dan kami segera bersiap berangkat menuju pelabuhan. Tidak lupa sebelum berangkat ke pelabuhan kami semua berdoa bersama agar seluruh rencana yang telah kami susun untuk petualangan dan perjalanan wisata kami di Singapore dapat berjalan dengan lancar. Tepat pukul 04.30 kami telah berada dalam mobil serta siap menuju ke pelabuhan. Jarak pelabuhan dengan rumah adik saya tidak terlalu jauh.
Pelabuhan Ferry Internasional, Batam Centre (sumber: google) |
Sebelum pukul 05.00 pagi kami telah sampai di kawasan pelabuhan Batam Centre dan telah menunggu di depan pintu masuk ruangan utama pelabuhan. Ternyata sudah ada beberapa orang juga yang telah berada di komplek pelabuhan pada jam sepagi itu, kemungkinan besar mereka juga akan berangkat menggunakan kapal pertama seperti halnya kami. Sekitar pukul 05.00 pintu ruangan utama pelabuhan telah dibuka dan semua orang yang telah berada disana segera masuk. Kami hanya diperbolehkan menunggu di lantai bawah terlebih dahulu, sebab masih banyak petugas yang belum datang dan petugas yang sudah datang pun belum semua siap, ya kami semua maklum karena memang hari masih dapat dikatakan sangat pagi.
Singapore Cruise Center, HarbourFront, Singapore (sumber: google) |
Sekitar pukul 05.15 petugas yang ada memperbolehkan kami naik ke lantai dua. Di lantai dua kami masih menunggu sebentar lagi petugas bagian imigrasi menyiapkan seluruh sistem komputer yang hendak digunakan untuk mencatat serta memvalidasi setiap data orang yang hendak ke luar negeri. Sekitar pukul 05.30 seluruh data kami sekeluarga telah disahkan dan divalidasi oleh petugas imigrasi dan kami telah berada di ruang tunggu keberangkatan. Kami menunggu sekitar 10 menit sebelum dipersilahkan menuju ke kapal penyeberangan yang kami tumpangi. Sekitar pukul 05.40 kapal telah disiapkan untuk berangkat menuju Singapore. Perjalanan menggunakan kapal menuju Singapore dapat ditempuh dalam waktu sekitar satu jam. Sekitar pukul 06.50 kapal telah bersandar di pelabuhan Singapore (Singapore Cruise Centre di Harbour Front) dan masing-masing penumpang telah bersiap turun dari kapal. Masing-masing penumpang yang telah turun bergegas berjalan menuju ke bagian imigrasi Singapore untuk memperoleh pengesahan ijin masuk ke Negeri Singa tersebut. Tidak lupa pula setiap barang bawaan harus melewati mesin pemeriksaan barang. Setiap orang yang hendak masuk ke Singapore dicek paspor serta identitas lain yang diperlukan dan tak lupa pula ditanya berapa lama mereka akan berada di negara tersebut. Setelah memperoleh stempel pengesahan masuk dari petugas imigrasi, sah pula kami berada di negara Singapore. Hari masih sangat pagi ketika kami sekeluarga memasuki negara Singapore yaitu sekitar pukul 07.00 waktu Batam atau pukul 08.00 waktu Singapore.
Hal pertama yang kami lakukan begitu menginjak bagian tanah negara Singapore adalah dengan segera keluar dari bagian kedatangan pelabuhan serta menuju ke komplek mall yang masih menjadi satu bagian dalam komplek pelabuhan. Seingat saya komplek mall nya masih sama seperti sekitar delapan tahun lalu ketika saya pertama kali menginjak negara Singapore dan masih tetap bersih pula. Segera masing-masing dari kami bergantian menuju toilet karena sudah sekitar satu jam lebih kami menahannya ketika dalam perjalanan maupun ketika antre di bagian imigrasi (custom). Begitu kami semua telah selesai ke toilet, kami tidak berlama-lama, dengan segera kami menuju ke tujuan kami berikutnya. Tujuan kami berikutnya adalah menuju ke stasiun MRT yang juga masih menjadi satu bagian atau komplek besar dari pelabuhan.
Begini bentuk tiket atau kartu MRT. Orang dewasa atau anak-anak diatas usia tertentu wajib memiliki kartu ini supaya dapat bepergian. |
Hal pertama yang kami lakukan ketika telah berada di stasiun MRT adalah membeli tiket yang dapat digunakan untuk menempuh perjalanan menggunakan MRT. Kami membeli tiga buah tiket MRT masing-masing satu untuk ayah saya, saya, dan adik terkecil saya. Sementara ibu, adik pertama, dan adik ipar saya masih memiliki tiket MRT yang masih berlaku sebab baru setahun sebelumnya mereka mengunjungi Singapore. Tiket MRT memiliki masa berlaku lima tahun sejak penggunaan terakhirnya. Harga satu buah tiket MRT adalah SGD 20, harga itu sudah termasuk pulsa senilai SGD 12. Kartu atau tiket MRT ini dapat diisi ulang secara mandiri melalui mesin yang ada di dalam stasiun. Kartu ini juga tidak dapat digunakan untuk bepergian jika nilai pulsanya dibawah atau mendekati nilai tertentu dibawah nilai minimal (termurah) suatu perjalanan menggunakan MRT.
Setelah masing-masing dari kami berenam telah memiliki tiket MRT, kami bergegas menuju dan masuk ke bagian utama stasiun MRT serta menunggu giliran untuk kereta MRT yang hendak kami tumpangi tiba di stasiun. Tujuan pertama yang kami pilih adalah kawasan Bugis. Mengapa kawasan Bugis ? Sebab hotel yang kami gunakan untuk menginap berada disekitar kawasan tersebut. Perjalanan menggunakan MRT sangat cepat dan sekitar pukul 08.30 kami telah sampai di stasiun Bugis yang menjadi tujuan kami. Menjelang pukul 09.00 kami telah sampai di permukaan tanah (perlu diketahui bahwa sebagian besar stasiun MRT berada di bawah tanah). Pelajaran dan pengalaman pertama saya dapatkan ketika pertama berada di stasiun MRT yaitu setiap orang yang menggunakan eskalator “diwajibkan” menggunakan (baca: berdiri) di sisi sebelah kiri, sebab sisi sebelah kanan digunakan khusus untuk mereka yang butuh bergerak atau berjalan lebih cepat. Setiap orang yang menggunakan eskalator pun tertib menjalankan aturan tersebut. Hal ini berlaku di semua eskalator yang ada di negeri singa tersebut, dengan sedikit pengecualian apabila memang orang yang menggunakan eskalator banyak sekali hingga tak tersisa ruang lagi di sisi kiri, baru lah orang-orang menggunakan sisi kanan dari eskalator. Stasiun MRT Bugis terletak di jalan Victoria 220. Begitu sampai di permukaan, tujuan awal kami adalah mencoba mencari letak atau keberadaan hotel yang akan kami semua gunakan untuk menginap. Satu kesan yang saya dapatkan juga begitu berada di permukaan adalah suasana jalanan yang lengang dan kondisi yang bersih sekali (apabila dibandingkan dengan banyak kota di Indonesia). Kondisi jalanan yang lengang sepertinya pengaruh dari hari libur Natal dan waktu yang masih termasuk pagi. Awalnya kami semua mencoba mencari sendiri keberadaan tempat menginap kami berdasarkan peta petunjuk yang diberikan pada waktu booking. Namun karena masih sedikit bingung, akhirnya adik saya memutuskan untuk bertanya ke salah satu pemilik restoran di dekat sana yang kebetulan sedang menyiapkan serta menata restoran miliknya sebelum dibuka. Pemilik restoran berbaik hati dan memberikan petunjuk dengan sangat jelas mengenai keberadaan hotel yang kami cari. Ternyata letak hotel tersebut berada tidak jauh dari tempat restorannya berada dan dapat ditempuh melalui jalan yang berada di samping restorannya. Dari jalan yang berada di samping restoran tersebut kami tinggal lurus saja dan menyeberang jalan satu lagi untuk dapat mencapai hotel yang kami cari.
Inilah pintu masuk hotel tempat kami menginap,85 Beach Garden Hotel, Singapore. |
Sekitar pukul 09.30 kami telah berhasil menemukan lokasi hotel tempat menginap kami berada. Setelah berhasil menemukan hotel tempat menginap kami, kami bergegas naik ke lantai dua tempat resepsionis hotel berada. Hotel tempat menginap kami termasuk hotel bintang tiga di Singapore, namun mengingat luas wilayah negara Singapore yang tidak begitu besar, maka harga tanah disana dapat sangat mahal, hal ini membuat hotel-hotel bahkan yang berbintang pun berukuran tidak terlalu besar, termasuk juga hotel tempat menginap kami. Begitu keluar dari lift yang membawa kami naik dari lantai satu ke lantai dua, kami langsung disambut meja resepsionis. Selama di Singapore kami berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris. Hal pertama yang kami lakukan begitu berada di meja resepsionis adalah menanyakan atau mengecek kamar yang kami pesan (soalnya kami memesan kamar hotel lewat layanan online). Setelah memastikan bahwa memang benar kamar yang kami pesan ada dan tersedia, berikutnya kami bertanya ke resepsionis mengenai bisakah kami menitipkan barang-barang kami disana terlebih dahulu, sebab kami belum dapat check in. Waktu check in hotel jam 14.00. Resepsionis memberitahu bahwa kami dapat menitipkan sementara barang-barang kami disana. Barang-barang kami diletakkan di sebuah ruangan gudang kecil tidak jauh dari meja resepsionis. Seluruh barang kami dikumpulkan menjadi satu dan diberi penanda nomor oleh resepsionis. Tujuan kami menitipkan barang terlebih dahulu adalah agar dapat lebih leluasa berjalan-jalan tanpa terbebani bawaan yang cukup banyak. Begitu seluruh barang telah selesai diberi penanda oleh resepsionis, kami bergegas kembali turun ke lantai satu dan kemudian keluar dari hotel.
Begitu keluar dari hotel dan sebelum memulai petualangan hari pertama kami di Singapore, hal pertama yang kami lakukan adalah mencari tempat makan, sebab kami semua belum sarapan sejak pagi sekali dari Indonesia. Mengingat waktu masih cukup pagi dan mungkin juga karena libur Natal, masih banyak tempat makan disekitar hotel yang belum buka. Mereka semua masih bersiap-siap. Adik saya memberi info bahwa kita bisa sarapan di daerah sekitar pasar Bugis. Namun saya bertanya apakah sudah buka di jam sepagi itu ? Dia memberi info kalau pagi sudah buka disana. Tetapi saya tetap khawatir kalau belum buka, mengingat banyak tempat makan disekitar hotel juga belum buka (tetapi keesokan harinya akhirnya saya tahu bahwa tempat makan disekitar Pasar Bugis sudah buka sejak pagi sekali). Akhirnya kami menuju kearah pasar Bugis, namun ditengah perjalanan ada suatu rumah makan yang sudah buka dan kami putuskan untuk sarapan disana saja. Rumah makan tersebut tidak terlalu besar dan terletak di deretan ruko di tepi jalan. Makanan yang dijual adalah masakan China (Chinese food). Mungkin perlu diketahui pula bahwa harga rata-rata satu porsi makanan di rumah makan di Singapore (yang saya maksud rumah makan ini adalah tempat makan sekelas rumah makan atau depot di Indonesia) adalah SGD 4,00. Kami hanya memesan makanan saja disana, sebab harga minumannya cenderung lebih mahal dibandingkan makanan, seingat saya mendekati atau hampir sama dengan harga makanan. Untuk minumnya, kami putuskan membeli di Seven Eleven (711) sebab harga disana lebih murah dan beberapa bahkan terdapat diskon. Selesai makan dan minum, kami segera menuju daerah Pasar Bugis. Untuk menuju kesana kami perlu menyeberang jalan raya dan masuk ke area Bugis Junction Mall. Satu pelajaran berharga lagi yaitu para pengemudi kendaraan disana sangat tertib sekali dan patuh terhadap setiap rambu-rambu yang ada, hal tersebut memudahkan bagi kami para pejalan untuk menyeberang jalan dan tanpa khawatir akan tertabrak. Berhubung waktu masih belum sampai pukul 10.00, mall masih sepi dan hampir semua toko yang ada masih tutup, jika ada yang sudah buka pun mereka masih bersiap dan belum menerima pengunjung. Oleh karena itu kami menuju ke pasar dulu. Keluar dari sisi lain dari Bugis Junction Mall, kami perlu menyeberang jalan sekali lagi untuk dapat mencapai Pasar Bugis (Bugis Street Market). Bugis Street Market sebenarnya merupakan suatu area jalanan yang disekelilingnya banyak terdapat kios-kios yang menjual beraneka macam barang seperti umumnya barang yang dijual di pasar malam, antara lain pakaian, makanan (jajanan) rakyat, minuman jus, buah segar, dan lain-lain. Bugis Street Market sebenarnya tidak terletak tepat di jalan Bugis, melainkan terletak diantara Victoria Street dan Queen Street. Adapun Bugis Street (jalan Bugis) yang asli kini telah menjadi bagian dari komplek Bugis Junction Mall dan merupakan jalan yang dilintasi apabila hendak menuju ke kawasan Bugis Street Market.
Pintu Masuk Pasar Bugis (Bugis Street Market) |
Pasar Bugis merupakan street market terbesar yang ada di Singapore dan karena merupakan pasar, maka tempat ini menjual berbagai macam barang dengan harga yang cenderung lebih murah dibandingkan jika harus membeli di toko yang ada di dalam mall maupun di tempat lain. Seperti umumnya suatu pasar, tempat ini juga sangat ramai dengan orang dengan berbagai macam tujuan, entah berbelanja pakaian, gantungan kunci, hiasan dinding, tas, membeli makanan, atau mungkin hanya sekedar jalan-jalan untuk melihat-lihat. Sambil menghabiskan waktu untuk menunggu jam check in hotel yang masih lumayan yaitu sekitar 4 jam, maka kami putuskan untuk melihat-lihat berbagai macam barang yang ada di dalam pasar. Ibu (mama) saya pun akhirnya memutuskan untuk membeli oleh-oleh untuk orang-orang terdekat yang dikenalnya di pasar ini saja, sebab memang harga yang ada cenderung lebih murah. Pasar Bugis juga menjadi lokasi tujuan bagi para wisatawan lokal maupun asing untuk membeli beragam oleh-oleh. Di tempat ini, saya pun menjumpai cukup banyak orang Indonesia yang berbelanja disini. Selain itu, ada pula beberapa turis asing dari barat (bule) yang berbelanja serta melihat-lihat di kawasan pasar ini. Mama membeli beraneka ragam oleh-oleh, seperti gantungan kunci, kaos bertuliskan Singapore, tas, hingga hiasan (tempelan) kulkas. Adapun saya sendiri karena tidak ada rencana untuk memberi oleh-oleh bagi orang lain, maka saya lebih banyak menunggu mama serta kedua adik saya berbelanja. Saya sempatkan melihat-lihat ke beberapa area yang terdapat dalam kawasan pasar. Saya menyaksikan beraneka ragam barang dagangan digelar di toko maupun kios yang ada di dalam pasar. Saya teruskan melihat-lihat saya hingga berada di sisi lain dari jalan masuk ke kawasan pasar, yakni di Albert Street. Di jalan tersebut, saya menyaksikan seorang bapak yang sudah cukup tua, perkiraan sekitar usia 50an tahun menawarkan barang dagangannya, “ice cream, one dollar, ice cream, one dollar”. Rupanya sang bapak berdagang es krim sandwich (ice cream sandwich) dengan beragam rasa, salah satunya adalah rasa durian. Penasaran akan rasa ice cream sandwich asli Singapore, maka saya putuskan membeli satu potong, durian adalah rasa yang saya pilih. Aroma serta rasa duriannya benar-benar terasa pada sepotong es krim yang saya beli. Oya, sebagai tambahan informasi, potongan es krim pada es krim sandwich yang dijual sang bapak tidak diapit oleh satu lembar roti tawar, melainkan oleh dua lembar wafer tawar tipis. Begitu selesai membeli, saya segera berbalik kembali ke dalam area pasar, sembari menunggu mama serta kedua adik saya selesai belanja, saya nikmati es krim yang baru saja saya beli.
S$1 Durian Ice Cream Sandwich, Singapore |
Ketika
waktu telah menunjukkan siang hari, kami semua akhirnya memutuskan untuk
mengarah ke Albert Centre untuk membeli serta menikmati makan siang kami.
Walaupun sudah siang dan telah buka sejak dari pagi hari, suasana disana masih
tergolong ramai dengan pengunjung. Saya sendiri, karena masih cukup kenyang
sebab jam makan siang yang belum berbeda terlalu jauh dengan jam sarapan, maka
akhirnya memutuskan untuk hanya membeli serta menyantap Peanut Soup (Kacang
Kuah kalau di Indonesia). Awalnya saya bingung mau memilih makanan apa, namun
setelah melihat ada penjual ada macam sajian ringan yang salah satunya Peanut
Soup, akhirnya saya putuskan mencoba sekaligus untuk membandingkan rasanya
dengan di Indonesia (maklum saya cukup gemar menikmati jenis kudapan yang satu
ini). Harga semangkuk Peanut Soup adalah S$1.50. Selain menyantap Peanut Soup,
saya juga menikmati sedikit sajian camilan ringan yang dibeli oleh keluarga
yang lain. Saya tidak menyantap terlalu banyak demi tetap mempertahankan agar
tidak terlalu konsumsi kalori agar tidak kembali gemuk.
Setelah
kami semua selesai santap siang, kami akhirnya berbalik ke arah Pasar Bugis.
Sekali lagi orang tua melihat-lihat lagi barang dagangan yang dijual disana.
Saya sendiri, karena masih terdorong oleh rasa penasaran akan ukuran kue yang
saya lihat sebelumnya serta ingin merasakan dan membanding rasa kue tersebut
dengan kue yang ada di Indonesia, akhirnya saya menuju ke tempat penjual kue
tersebut dan memutuskan membeli. Saya membeli beberapa potong kue yang berbeda,
saya tidak tahu namanya, saya hanya tahu bentuknya saja. Waktu membeli saya
hanya menunjuk kue yang saya ingin beli dan kemudian membayar sesuai dengan
harga yang diinfokan oleh pedagangnya. Rata-rata harga satu potong kue yang
dijual adalah 80 sen Dollar atau kalau diubah ke Rupiah, nilainya hampir
mencapai 8000 Rupiah.
Kue-Kue Yang Saya Beli di Bugis Street Market |
Secara umum, isi di dalam mall sama saja seperti mall yang ada di Indonesia. Setelah puas melihat-lihat di dalam mall dan karena waktu sudah menunjukkan waktu untuk bisa check-in ke hotel, kami akhirnya memutuskan keluar dari kawasan mall dan berjalan ke arah hotel tempat menginap kami. Pukul 14.00 lebih sedikit kami telah sampai di dalam hotel dan segera mengurus proses check-in. Setelah proses check-in selesai, kami diberi petunjuk serta arah menuju ke kamar yang telah kami pesan sebelumnya. Kami memesan dua kamar untuk enam orang, jadi masing-masing kamar diisi tiga orang. Begitu telah berada di dalam kamar, kami segera beristirahat sejenak melepas lelah sebelum nanti sorenya kami akan melanjutkan agenda perjalanan kami berikutnya.
Mengenai kamar hotel yang kami tempati, ukurannya tidak terlalu luas sekitar 4 x 5 meter. Kamar dilengkapi dengan interior standar suatu hotel dan mengingat kamar yang tidak terlalu luas, maka interior yang ada pun hanya seperlunya dan secukupnya saja. Televisi terpasang menggantung di dinding kamar yang dibaliknya terdapat kamar mandi. Kamar mandi berukuran sekitar 1,5 x 1 meter. Di dalam kamar terdapat dua ranjang dan satu kasur tambahan yang diletakkan di lantai, pas untuk tiga orang. Hotel juga dilengkapi dengan akses internet gratis yang terjangkau di setiap kamar.
Setelah
beristirahat sekitar hampir dua jam, kami pun segera mulai bersiap untuk
melanjutkan acara jalan-jalan kami. Sekitar pukul 16.30 WBS (Waktu Bagian
Singapore) kami telah bersiap meninggalkan hotel menuju stasiun MRT dengan
berjalan kaki. Beruntungnya cuaca cerah sore itu sehingga kami tidak perlu
khawatir akan kehujanan, sebab sebelumnya sempat sedikit turun hujan. Tujuan utama
kami sore itu adalah China Town, lokasi yang dikenal memiliki nuansa khas China
dan bisa dijadikan juga sarana tujuan untuk berbelanja atau mencari oleh-oleh.
Namun
sebelum menuju kesana, kami putuskan untuk mampir sejenak ke daerah Orchard
Road untuk melihat-lihat suasana disana pada sore hari. Setelah menumpang MRT
selama beberapa saat, akhirnya kami turun di stasiun yang mengarah ke Orchard
Road. Ternyata di Orchard Road ramai sekali pada sore hari. Orang-orang berlalu
lalang di pedestrian (trotoar), baik sekadar berjalan-jalan, membeli makanan
yang dijual di sepanjang jalan, maupun menyaksikan beragam pertunjukkan jalanan
yang digelar oleh para seniman jalanan Singapore. Sekali lagi disana saya
melihat pedagang Ice Cream Sandwich. Di Orchard Road, Ice Cream Sandwich dijual
dengan harga yang sedikit lebih mahal dibandingkan di kawasan Pasar Bugis yaitu
seharga S$1.20. Kami sekeluarga mencoba masuk ke beberapa mall yang terdapat di
kawasan Orchard dan memang benar-benar bahwa mayoritas barang yang dijual
disana adalah barang bermerek (branded). Namun ternyata ditengah-tengah
mall-mall megah itu terdapat satu mall (pusat perbelanjaan) yang tidak
segemerlap mall-mall disekelilingnya dan cenderung lebih ditujukan untuk
pembeli dari kalangan biasa. Kami pun sempat masuk kesana hanya untuk sekedar
melihat-lihat. Menurut saya sendiri, pusat perbelanjaan yang lebih ditujukan
untuk kalangan bawah ini lebih mirip seperti Siola atau Pasar Atum di Surabaya.
Cukup banyak warga pendatang dari Indonesia yang berada disana (terutama warga
Indonesia yang bekerja di Singapore). Di kawasan Orchard, kami juga sempat
melihat sejenak pertunjukkan seni yang dipertontonkan oleh warga negara asing
(sepertinya dari Eropa, tepatnya Prancis, jika melihat penampilannya).
Setelah puas
melihat-lihat dan berjalan-jalan di kawasan Orchard dan karena hari sudah
semakin sore bahkan menjelang petang, maka kami segera kembali menuju ke arah
stasiun MRT. Sekali lagi kami menumpang MRT dan setelah beberapa saat, akhirnya
kami sampai di stasiun yang terdekat dengan lokasi China Town (saya sudah agak
lupa nama stasiun tempat kita berhenti). Dengan berjalan kaki, tidak seberapa
lama kami telah berada di kawasan China Town. Di Singapore, kawasan ini
termasuk kawasan kota tua. Cukup banyak bangunan kuno dan bersejarah di kawasan
ini. Sebagai tambahan informasi, China Town ini terletak di distrik Outram di
bagian tengah (central area) negara Singapore. Sesuai namanya, kawasan ini
banyak ditinggali oleh warga Singapore keturunan China yaitu suku Hokkian
(Hokkien / Fukien), Teochew, dan Kanton. Namun seiring perkembangan waktu, dua
suku yang lain, Hokkian dan Teochew, menyebar ke bagian-bagian lain negara
Singapore dan menyisakan suku Kanton sebagai mayoritas disana.
Tujuan utama kami menuju ke kawasan China Town sore itu, selain itu untuk melihat-lihat kawasan kota tua Singapore, juga untuk menikmati santap malam disana. Kawasan China Town memang merupakan salah satu kawasan yang cocok untuk menikmati makan di area terbuka dengan pemandangan elok berupa gedung-gedung tua bersejarah. Kami memesan dan mencoba beberapa makanan yang dijual disana. Salah satu yang saya sendiri coba adalah Laksa yang dijual oleh salah satu rumah makan disana. Harga Laksa yang saya beli adalah SGD 4.80. Selain itu kami sekeluarga juga mencoba camilan berbahan campuran antara lobak dan udang (kalau tidak salah ingat), jadi semacam kue lobak yang digoreng. Warna makanan ini kecoklatan karena mungkin ditambah kecap saat membuatnya. Rasa makanan ini enak dengan perpaduan rasa manis dan sedikit gurih.
Kami berada di kawasan China Town selama hampir dua jam. Setelah puas menikmati makanan dan melihat-lihat sejenak di kawasan tersebut, kami putuskan untuk meninggalkan kawasan tersebut. Awalnya kami hendak langsung kembali ke hotel, namun tiba-tiba di tengah perjalanan adik saya mengusulkan untuk mampir ke kawasan Clarke Quay dan karena waktu masih belum terlalu malam, akhirnya kami putuskan untuk mampir kesana.
Clarke Quay juga termasuk kawasan bersejarah di Singapore yang berupa dermaga di tepi atau sisi Sungai Singapore. Clarke Quay terletak di hulu dari Sungai Singapore. Di kawasan ini kita dapat menikmati pemandangan Sungai Singapore di malam hari. Di sekitar Singapore River banyak terdapat orang duduk-duduk di tepian sungai, baik untuk sekedar menikmati pemandangan atau menyantap makan malam. Di kawasan Clarke Quay ini juga banyak terdapat bangunan bersejarah yang menurut info yang saya dapat dari internet merupakan bekas pusat perdagangan maupun gudang di zaman kolonial. Maklum, sebab pada zaman itu, kawasan ini memang merupakan pusat perdagangan beragam barang, berpasangan dengan kawasan Boat Quay sebagai pintu masuk. Bangunan-bangunan bersejarah tersebut sekarang telah dimodifikasi dan dimanfaatkan sebagai mall, tanpa mengurangi atau mengubah bentuk asli bangunan yang ada secara frontal. Bahkan pemerintah Singapura membuat kebijakan agar setiap bangunan baru yang dibangun di kawasan ini harus dapat melengkapi dan selaras dengan bangunan-bangunan kuno yang telah ada terlebih dahulu. Salah satu mall yang terkenal di kawasan ini adalah CapitaLand mall. CapitaLand sendiri merupakan pemilik serta pengelola kawasan Clarke Quay.
Kawasan Clarke Quay juga cocok bagi mereka yang sedang kasmaran atau berpacaran, sebab kawasan ini terkesan romantis di malam hari. Makan malam berdua di tepian Sungai Singapore akan terkesan amat romantis dan bisa menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Jika ingin tambah romantis lagi, setelah makan malam berdua, dapat pula menyusuri Sungai Singapore dengan menaiki boat wisata yang tersedia disana. Harga tiket per orang dewasa adalah SGD 75 (jika tidak salah ingat). Bagi yang menyukai tantangan, di kawasan ini juga terdapat bungee jumping di tepi sungai yang bisa dan layak dicoba. Bagi yang belum pernah kesana, sebagai gambaran, kawasan ini mirip dengan kawasan di sekeliling Kali Mas Surabaya jika nantinya memang kawasan Kali Mas telah selesai direnovasi. Kawasan Clarke Quay tergolong bersih sekali sesuai ciri khas negara Singapura. Ayah saya mungkin kelupaan kalau ini Singapura, beliau membuang sampah begitu saja di depan tempat kami, beliau mencoba mengambil lagi setelah diingatkan, namun karena lokasi yang agak berbahaya serta memungkinkan tercebur ke sungai dan ditambah juga angin yang bertiup cukup kencang, akhirnya sampah plastik tersebut masuk ke arah sungai. Sorry Singapore, because we have littering in your country. Sebagai info juga, buang sampah sembarangan di Singapore bisa kena denda yang jumlahnya bisa sampai ratusan Dollar Singapore, jika ketahuan.
Kami sendiri berada di kawasan Clarke Quay selama sekitar satu jam. Kami duduk-duduk di tepian sungai, menikmati pemandangan dan menyantap beberapa makanan ringan yang sebelumnya kami bawa dari Indonesia. Kawasan ini juga cukup sejuk di malam hari. Setelah puas menikmati pemandangan dan duduk-duduk disana, kami putuskan untuk kembali ke hotel, mengingat hari juga telah semakin malam. Kami beranjak dari sana sekitar pukul 21.00 WBS. Itulah kisah perjalanan wisata hari pertama di Singapore. Lanjut lagi disini...
NB: foto-foto lain yang terkait dengan tulisan ini dapat dilihat di instagram saya @petersaputro.
No comments:
Post a Comment