Tuesday 28 September 2010

Setiap Orang Bisa Melakukan Sesuatu (Sebuah Cerita Tentang Roger Crawford oleh Jack Canfield)

Roger Crawford memiliki segalanya yang dibutuhkan untuk bermain tenis, kecuali dua tangan dan satu kaki. Ketika kedua orang tua Roger melihatnya untuk pertama kali, mereka melihat bayi dengan suatu suatu tonjolan mirip ibu jari di lengan kanannya dan ibu jari serta satu jari di lengan kirinya. Dia tidak memiliki telapak tangan. Lengan serta kaki bayi tersebut lebih pendek dan dia hanya memiliki tiga jari kaki di kaki kanannya yang pendek serta kaki kiri yang lemah, yang di kemudian hari akan diamputasi. Dokter berkata bahwa Roger menderita Ectrodactylism, suatu penyimpangan kelahiran yang jarang terjadi yakni hanya 1 dari 90.000 kelahiran di Amerika Serikat. Dokter berkata bahwa Roger mungkin tidak akan dapat berjalan serta mengurus dirinya sendiri.
Untungnya kedua orang tuanya Roger tidak begitu saja percaya pada dokter. "Orang tuaku selalu mengajariku bahwa aku akan menjadi secacat apa yang aku inginkan", kata Roger. "Mereka tidak pernah mengijinkanku untuk mengasihani diri sendiri atau meminta bantuan orang lain karena kekuranganku. Suatu kali aku pernah mengalami masalah karena tugas karangan sekolahku belum selesai", jelas Roger yang harus memegang pensil dengan kedua tangannya agar dapat menulis secara perlahan. "Saya meminta tolong ayah untuk menulis suatu surat untuk guruku, untuk meminta perpanjangan waktu dua hari untuk menyelesaikan tugasku. Namun sebaliknya yang ayah lakukan adalah membuatku mulai menulis karangan tersebut dua hari lebih awal !"
Ayah Roger selalu menyemangatinya untuk terlibat dalam olahraga, mengajar Roger untuk menangkap dan melempar bola voli, dan bermain sepak bola (sepak bola gaya Amerika atau American Football) setelah sekolah. Di usia 12, Roger mencoba untuk mendapat suatu tempat di tim sepak bola sekolah.
Sebelum setiap pertandingan, Roger akan memvisualisasikan impiannya untuk mencetak gol. Kemudian suatu hari dia mendapat kesempatan tersebut. Bola berada di tangannya dan dia mencoba berlari secepat yang dia dapat dengan menggunakan kaki palsunya menuju ke garis gol, pelatihnya dan rekan-rekan timnya bersorak kegirangan. Tetapi pada jarak sepuluh yard sebelum garis gol, seseorang dari tim lawan menangkap Roger, menghantam engkel kirinya. Roger mencoba untuk melepas kaki palsunya, tetapi bukannya menyerah dia mencoba untuk berlari kembali.
"Saya masih tetap berdiri", ingat Roger. "Saya tidak tahu hal lain apa yang harus dilakukan sehingga saya mulai meloncat-loncat menuju garis gol. Wasit berlari menuju kearahku dan mengangkat tangannya ke udara. Gol ! Kamu tahu, sesuatu yang lebih baik dibandingkan dengan enam poin adalah apa yang tampak di wajah dari anak yang memegang kaki palsuku.
Kecintaan Roger pada olahraga bertumbuh begitu juga dengan rasa percaya dirinya. Tetapi tidak setiap rintangan membentuk kebulatan tekad Roger. Makan di ruang makan dengan anak-anak lain yang memandanginya meraba-raba makanannya terbukti sangat menyakitkan bagi Roger, seolah dia mengulangi kegagalannya di kelas mengetik. "Saya mempelajari pelajaran yang sangat bagus dari kelas mengetik", kata Roger. "Kamu tidak dapat melakukan segala hal, maka lebih baik berfokus pada apa yang dapat kamu lakukan". Satu hal yang Roger dapat lakukan adalah mengayunkan raket tenis. Tapi sayangnya, ketika dia mengayunkannya terlalu kencang, pegangan lemahnya biasanya membuat raket terlepas ke udara. Beruntungnya, Roger secara tidak sengaja menemukan suatu raket tenis model lama di suatu toko olahraga dan secara tidak sengaja dia menjepitkan jarinya diantara dua batang pegangan gandanya ketika dia mengangkatnya. Model pegangan seperti itu memungkinkan Roger untuk mengayunkan raket, melakukan servis dan pukulan voli seperti orang bertubuh normal. Dia berlatih setiap hari dan segera bermain namun dia kalah.
Tetapi Roger tetap bertekun. Dia berlatih dan berlatih serta bermain dan bermain. Belahan pada kedua jari di tangan kirinya memungkinkan Roger untuk memegang raket khususnya ini dengan lebih baik, dan secara luar biasa meningkatkan permainannya. Meskipun dia tidak memiliki panutan untuk memandunya, Roger semakin terobsesi dengan tenis dan dia mulai memenangkan permainan.
Roger kemudian bermain tenis di tingkat perguruan tinggi, mengakhiri karir bermain tenisnya dengan 22 kemenangan dan 11 kekalahan. Dia kemudian menjadi pemain tenis dengan cacat fisik pertama yang memperoleh pengakuan sebagai pengajar profesional oleh Asosiasi Tenis Profesional Amerika Serikat. Sekarang Roger berkeliling negara, berbicara kepada kelompok-kelompok mengenai apa yang dibutuhkan untuk menjadi pemenang, tanpa peduli siapapun kamu.
"Satu-satunya perbedaan antara kamu dan saya adalah bahwa kamu dapat melihat kekurangan saya, sementara saya tidak dapat melihat kekuranganmu. Kita semua memiliki kekurangan. Ketika orang-orang bertanya pada saya bagaimana saya mampu mengatasi kekurangan fisik saya, saya berkata pada mereka bahwa saya tidak mengatasi apapun. Saya hanya belajar apa yang dapat saya lakukan seperti bermain piano atau makan dengan menggunakan sumpit, tetapi yang lebih penting, saya telah belajar apa yang dapat saya lakukan. Kemudian saya lakukan apa yang saya dapat lakukan dengan segenap hati dan jiwa."(sumber: http://imperfectaction.com/blog/2009/06/11/personal-development/do-what-you-can-with-all-your-heart-and-soul/).

No comments:

Post a Comment

KumpulBlogger