Sebuah tulisan yang saya buat pada Sabtu, 27 Januari 2007. Tulisan ini saya ambil dari catatan harian yang saya buat dan telah saya edit sedikit agar dapat lebih rapi dan enak untuk dibaca. Semoga catatan harian ini bermanfaat.
Saya sering mendengar orang berkata, “orang itu pintar”, “orang itu cerdas”, dan sebagainya. Namun saya akhirnya berpikir, apakah mereka yang berpendapat seperti benar-benar mengetahui definisi kata pintar atau cerdas ? Saya juga sempat bertanya apakah sebenarnya kepintaran atau kecerdasan itu ada ? Jika memang kepintaran atau kecerdasan itu ada, syarat apa sajakah yang harus dipenuhi agar seseorang dapat disebut pintar atau cerdas ?
Jika kita melihat ke belakang dalam sejarah hidup para penemu, ilmuwan, dan orang-orang yang dikenal sebagai orang pintar atau cerdas, kita akan dapat benar-benar mengetahui bahwa pada awalnya mereka juga orang biasa. Semangat mereka untuk terus belajar serta mengembangkan pemikiran serta kemampuan mereka, yang pada akhirnya membuat mereka memperoleh julukan sebagai orang-orang pintar. Dari hal tersebut, kita dapat mengetahui bahwa mereka semua menjadi pintar, seperti sebutan atau identitas yang kita berikan untuk mereka, karena mereka memutuskan di dalam diri mereka sendiri untuk terus rajin belajar dan memperluas pemikirannya.
Setelah mengetahui hal-hal tersebut, saya berani berpendapat bahwa kepintaran itu tidak ada. Kepintaran hanyalah sebuah identitas yang diberikan kepada seseorang sebagai hasil dari semua upayanya untuk dapat memiliki kemampuan serta keterampilan yang diatas rata-rata.
Satu pertanyaan telah terpecahkan dengan tuntas. Namun, satu pertanyaan lagi masih menggelayut dalam benak saya. Saya bertanya-tanya mengenai bagaimana kepintaran itu dinilai. Apakah kepintaran identik dengan nilai yang bagus ? Saya sempat berpikir seperti itu, namun pada akhirnya saya berpendapat bahwa kepintaran tidaklah identik dengan nilai. Saya berpendapat bahwa seperti itu karena kemampuan dan keahlian seseorang tidak dapat diukur dengan nilai semata, tetapi juga dari kinerja serta luasnya wawasan seseorang. Namun dari sana, satu pertanyaan baru kembali muncul dalam benak saya. Jika begitu, apakah manfaat nilai-nilai tersebut ? Saya menyadari bahwa rata-rata orang modern, selalu ingin menemukan cara-cara yang lebih cepat atau jalur pintas untuk memperoleh segala sesuatunya, termasuk untuk memperoleh predikat sebagai orang pintar. Sangat sedikit orang yang mau benar-benar menekuni ilmu pengetahuan dengan didasari kesadaran bahwa ilmu pengetahuan itu penting dan mereka benar-benar mencintai ilmu pengetahuan. Akhirnya saya berpendapat, mungkin saja para pemerhati dan pecinta ilmu pengetahuan mencoba mencari cara agar banyak mau kembali mencintai ilmu pengetahuan.
Saya berpikir bahwa sistem nilai yang ada hingga saat ini mungkin saja diciptakan sebagai salah satu sarana untuk memotivasi agar orang-orang mau mempelajari ilmu pengetahuan. Dalam pikiran saya, mungkin saja sistem tersebut dipakai sebagai suatu sarana untuk memotivasi orang lain agar mau belajar, sebab seperti yang mungkin telah kita semua ketahui, bahwa kita semua melakukan sesuatu karena didasari oleh motivasi tertentu. Kita mau melakukan sesuatu, jika kita merasa kita memperoleh manfaat, seperti imbalan, penghargaan, dan sebagainya. Mungkin saja hal ini yang akhirnya mendasari para pecinta ilmu pengetahuan untuk sistem nilai serta predikat pintar atau bodoh sebagai suatu sarana untuk memotivasi orang lain agar giat belajar dan semakin mencintai ilmu pengetahuan.
Teknik tersebut sepertinya berhasil, meskipun hanya untuk sementara. Namun, akhirnya hal tersebut juga membawa dampak yang kurang baik, dimana motivasi belajar orang menjadi salah. Orang tidak lagi belajar untuk memperoleh pengetahuan serta keterampilan yang kelak akan mereka perlukan untuk menjalani seluruh sisa kehidupan mereka, tetapi lebih kearah untuk mengejar nilai yang bagus serta predikat pintar. Pada akhirnya teknik yang awalnya bagus tersebut juga menimbulkan adanya kecurangan demi kecurangan hanya sekedar untuk memperoleh nilai yang bagus, tanpa terlalu peduli apakah nilai yang mereka peroleh sesuai dengan pengetahuan atau keterampilan yang telah mereka miliki.
Hal ini pada akhirnya juga mengakibatkan hanya orang-orang yang memiliki nilai bagus saja yang mendapat predikat sebagai orang pintar atau pandai, padahal belum tentu orang tersebut benar-benar pandai. Setiap orang yang memperoleh nilai bagus, dengan serta-merta akan langsung memperoleh predikat pandai, tanpa peduli seberapa baik kemampuan serta seberapa luasnya wawasan yang dimiliki seseorang. Akibat takut dianggap bodoh pula, orang-orang menjadi semakin takut menghadapi kesulitan dan kegagalan, padahal sebenarnya kesulitan dan kegagalan itu berguna sekali untuk membuat setiap orang mau terus belajar dan menjadi lebih baik serta terus lebih baik.
Jadi, pada akhirnya saya menyimpulkan bahwa kepintaran bukanlah sekedar predikat semata. Kepintaran tidak lain adalah gambaran luasnya wawasan seseorang, kemauan setiap orang untuk bermimpi dan berpikir kreatif, serta kemauan untuk bekerja keras mewujudkan semua impiannya. Jadi dapat dikatakan bahwa pintar sekalipun tetap memerlukan usaha dan kerja keras. Nilai-nilai saja tidak akan cukup untuk menggambarkan dengan tepat mengenai kepintaran seseorang. Sebagai penutup, saya berikan satu kalimat dahsyat yang diucapkan oleh satu ilmuwan besar dunia yang justru pernah dianggap sebagai orang yang bodoh, Thomas Alva Edison, “pintar atau cerdas adalah 1% inspirasi dan 99% keringat atau kerja keras”. Sekian dan semoga bermanfaat untuk kita semua.
No comments:
Post a Comment